Kenapa Perlu Sidang Isbat Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah? Ini Penjelasan Kemenag

- 8 Maret 2024, 20:11 WIB
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib. /Foto: Kemenag.go.id

BERITA BOLTIM - Kementerian Agama (Kemenag) rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawwal, dan Zulhijjah. Hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962. Hasil sidang diumumkan oleh Menteri Agama (Menag) dan itu menjadi momen yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menag dan berlaku secara nasional.

Baca Juga: Perbedaan Awal Ramadan, Masyarakat Diimbau Saling Menghormati

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib, menjelaskan sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriah. Tidak jarang pandangan satu dengan yang lain berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran,” ujar Adib di Jakarta, Jumat 8 Maret 2024.

Baca Juga: Sidang Isbat Awal Ramadan Digelar 10 Maret 2024

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Sidang ini hadir juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan MUI, Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Ormas Islam dan Pondok Pesantren.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat yang ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah bagi pihak-pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” sebut Adib.

Halaman:

Editor: Gazali Ligawa

Sumber: kemenag.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x