BOLTIM NEWS - Hujan gerimis mengguyur kota kecil itu sejak sore. Di dalam sebuah kafe kecil di sudut jalan, aroma kopi di ruangan, menciptakan kehangatan di tengah dinginnya malam. Di salah satu sudut kafe, duduklah seorang pria paruh baya, membuka keluar jendela dengan pandangan hampa. Di hadapannya, secangkir kopi hitam mengepul, menebar aroma pahit yang familiar.
Pria itu adalah Adi, seorang penulis yang sedang berjuang melawan kebuntuan ide. Sudah berjam-jam ia duduk di sana, berusaha menulis, namun halaman demi halaman tetap kosong. Ia meraih kopi cangkirnya, menyeruput pelan, berharap rasa pahit kopi bisa mengusir keraguan dalam ingatannya.
Baca Juga: Inspirasi di Bawah Langit Malam
Di meja sebelah, seorang wanita muda sedang sibuk mengetik di laptopnya. Namanya adalah Rina, seorang siswa yang sedang mengejar jangka waktu tugas akhir. Ia sering datang ke kafe itu untuk mencari inspirasi, menikmati suasana tenang sambil menyeruput kopi favoritnya.
Adi dan Rina sering bertemu di kafe itu, namun mereka jarang berbicara. Hingga malam itu, ketika kafe mulai sepi dan hanya mereka berdua yang tersisa. Adi memutuskan untuk mengumpulkan keberanian, ia berpindah tempat duduk ke meja Rina.
"Maaf, bolehkah aku duduk di sini?" tanya Adi dengan suara lembut.
Rina mengangkat, tersenyum kecil. "Tentu, silakan."
Baca Juga: Pilihan di Balik Kotak Suara
Mereka mulai berbincang tentang kopi, hujan, dan malam yang sunyi. Adi menceritakan tentang kebuntuannya sebagai penulis, sementara Rina berbagi kisah tentang perjuangannya menyelesaikan tugas akhir. Percakapan mereka mengalir begitu saja, hangat dan akrab seperti mereka sudah lama saling mengenal.