Wamenag: Kontestasi Politik Tidak Boleh Mengikis Persaudaraan

- 12 Mei 2023, 23:20 WIB
Wamenag, Zainut Tauhid Sa’adi, menghadiri kegiatan Seminar Literasi Digital Sektor Pendidikan di Makassar, Sulsel
Wamenag, Zainut Tauhid Sa’adi, menghadiri kegiatan Seminar Literasi Digital Sektor Pendidikan di Makassar, Sulsel /Foto Kemenag

Boltimnews, Pikiran Rakyat - Sebelum mendapat kepercayaan rakyat untuk mengurus negara melalui berbagai jabatan politik baik di pusat maupun daerah, para elit bangsa diminta untuk menjadi negarawan.

Ajakan tersebut disampaikan Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi, saat memberikan sambutan pada Seminar Literasi Digital Sektor Pendidikan di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis 11 Mei 2023.

“Kontestasi politik tidak boleh menggerus persatuan bangsa dan mengikis persaudaraan antar anak bangsa,” ujar Zainut dikutip dari laman resmi Kemenag. 

Ia menilai, acara tersebut sangat tepat dikaitkan dengan moderasi beragama. Menurutnya, pendekatan itu dapat mendekatkan hubungan antar elemen umat dan bangsa yang rentan mengalami gesekan. Pembedaan “kami” dan “mereka” dalam kategori sosial seringkali menciptakan jarak atau memperhadapkan satu kelompok dengan kelompok lain, satu golongan dengan golongan lain, bahkan tidak jarang menyeburkan rasa kebencian.

“Moderasi beragama adalah sikap jalan tengah, washatiyyah, tidak berada dalam kutub ekstrem dan tidak berlebih-lebihan dalam segala hal. Segala yang berlebih-lebihan seringkali membawa akibat kurang baik, termasuk dalam memuji atau mengkritik melalui media sosial,” terangnya.

Wamenag mengatakan, sikap cara pandang dan praktik moderasi menjadi hal yang relevan dijadikan sebagai perspektif dalam melihat persoalan bangsa dan menyikapi perbedaan di antara sesama anak bangsa. Seseorang atau sekelompok orang akan dipandang moderat apabila mampu mengelola perbedaan menjadi energi untuk kemajuan.

Ia menyebutkan, siapapun yang berbeda pendapat dengan mereka mengenai sesuatu masalah tidak selayaknya dipandang sebagai musuh, tetapi saudara dan kawan dalam berfikir. Zainut menuturkan, meski tidak sependapat dengan dirinya tetapi hak untuk menyampaikan pendapat perlu di hormati dan akan dibela sampai kapanpun, begitulah gambaran sikap moderat dalam menyikapi perbedaan.

“Salah seorang tokoh muslim Indonesia almarhum K.H.A. Hasyim Muzadi mengatakan, jangan dibikin berbeda sesuatu yang sama, jangan dibikin sama sesuatu yang berbeda. Untuk itu kita harus bisa melihat lebih terang dan jernih persamaan dibanding perbedaan yang pasti ada. Dalam keadaan apapun, sikap objektif dan adil serta menghargai konsensus dan kesepakatan haruslah ditegakkan sebagai ciri kemoderatan,” jelas Wamenag.

Sebuah kemunduran dalam budaya bangsa kata Wewenag, ketika ada sebagian orang menjauhi sebagian yang lain karena tidak sepaham, berbeda mazhab, berbeda paham keagamaan atau berbeda kubu politik. Orang atau kelompok yang berbeda enggan berdialog dan bertukar pikiran dengan yang lain karena secara apriori mengedepankan sikap defensif dan ofensif, bukan sikap dialogis.

“Para founding fathers negara Republik Indonesia mendirikan negara-bangsa pada tahun 1945 bukan dengan menghilangkan segala kebhinekaan, tetapi menjadikannya sebagai modal untuk membangun persatuan dan merajutnya menjadi tunggal ika. Hal itu diabadikan menjadi semboyan pada lambang negara burung Garuda Pancasila,” beber Zainut.

Ia pun berharap, pengetahuan tentang toleransi beragama dapat membuang perilaku keras dalam beragam hal.

“Penanaman wawasan moderasi beragama di dunia pendidikan dan media sosial diharapkan dapat menetralisir sikap ekstrim dalam berbagai hal,” tandasnya.***

Editor: Gazali Ligawa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x