BOLTIM NEWS - Cap Go Meh, sebagai salah satu perayaan penting dalam budaya Tionghoa, selalu menjadi momen yang dinantikan dengan antusiasme oleh masyarakat.
Menurut informasi di laman Pemerintah Kota Surakarta, Cap Go Meh dipandang sebagai puncak dari rangkaian perayaan Imlek. Biasanya, perayaan ini dilaksanakan pada hari ke-15 bulan pertama dalam penanggalan Tionghoa.
Untuk mengetahui tanggal pasti perayaan Cap Go Meh, bisa dihitung sejak awal Tahun Baru Imlek. Menurut SKB 3 Menteri tentang Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili dimulai pada 10 Februari 2024.
Dengan perhitungan bahwa Cap Go Meh jatuh pada hari ke-15 bulan pertama, maka tahun ini akan dirayakan pada tanggal 24 Februari 2024. Tanggal tersebut juga merupakan hari Sabtu terakhir di bulan Februari 2024.
Dalam Jurnal Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta yang berjudul "Nilai-nilai Tradisi Budaya Cap Go Meh pada Masyarakat Cina Benteng di Tangerang sebagai Sumber Pembelajaran di Sekolah," diungkapkan bahwa istilah Cap Go Meh berasal dari bahasa Hokkien "Chap Goh Meh" (十五冥) yang berarti malam kelima belas.
Meskipun istilah ini umum digunakan di Indonesia dan Malaysia, di Tiongkok, perayaan ini lebih dikenal sebagai Festival Lampion (元宵節; Pinyin: yuánxiāo jié).
Perayaan Cap Go Meh atau Festival Lampion sering dimulai dengan upacara doa di vihara atau klenteng, diikuti dengan iringan kenong dan simbal serta pertunjukan barongsai dan pertunjukan tradisional lainnya dari masyarakat setempat.
Menurut laman StudyCLI, perayaan Festival Lentera (Lampion) telah dimulai sekitar 2.000 tahun yang lalu pada masa Dinasti Han (202 SM-220 M).
Meskipun asal-usulnya tidak pasti, masyarakat Tionghoa memiliki dua cerita yang berbeda untuk menjelaskan asal mula Festival Lentera.
Salah satu cerita mengaitkan Festival Lentera dengan Kaisar Ming dari Han (58-75 M), seorang pendukung Buddhisme yang memerintahkan upacara penyalakan lentera pada hari ke-15 bulan pertama kalender lunar, yang kemudian menjadi Festival Lentera.
Cerita lainnya berhubungan dengan Kaisar Jade, yang dalam legenda, penduduk desa berhasil menipu Kaisar Jade untuk menyelamatkan desa mereka dengan menggunakan lentera merah dan kembang api.***