Duet Anies-Ahok tak Bisa Terwujud di Pilkada Jakarta, Tapi Bisa Menyatu, Begini Penjelasannya

- 12 Mei 2024, 21:13 WIB
Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) /Foto: Facebook/Editing BOLTIM NEWS/

BOLTIM NEWS – Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak dapat dipasangkan menjadi calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilkada 2024.

Hal ini disebabkan oleh kendala aturan yang tercantum dalam Undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU nomor. 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota menjadi UU Pilkada.

Menurut UU Pilkada, calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota tidak boleh pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur, atau bupati-wali kota untuk calon wakil bupati-calon wakil wali kota pada daerah yang sama.

Sepanjang ketentuan itu belum berubah, keduanya tidak mungkin bersatu karena Anies maupun Ahok tidak bisa menjadi calon wakil gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2024, tetapi kedua mantan gubernur itu masih berpeluang menjadi calon gubernur.

Baca Juga: PAN Ambil Panggung di Pilkada DKI Jakarta, Berniat Usung Calon Kuat yang Bukan Orang Sembarangan

Hal ini mengingat, baik Anies maupun Ahok, menjabat gubernur baru satu periode. Ketentuan ini termaktub dalam UU Pilkada Pasal 7 ayat (2) huruf n.

Pasal tersebut menyebutkan calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota belum pernah menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, dan calon wakil wali kota.

Wacana untuk menyatukan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam konteks Pilkada DKI Jakarta mengingatkan pada pertarungan sengit di Pilkada 2017. Saat itu, Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno berhasil memenangkan pemilihan gubernur, menggantikan Ahok.

Baca Juga: Anies Angkat Suara Soal Maju Pilkada DKI Jakarta, Begini kata Mantan Menteri Pendidikan Ini

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, mengamati bahwa pertarungan politik antara Anies dan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah pertarungan persepsi yang menjadi kenyataan dalam sekejap, namun juga lenyap dalam sekejap berikutnya.

Meskipun banyak pihak yang khawatir bahwa kemenangan Anies di Jakarta akan menciptakan politik yang radikal dan tidak toleran terhadap keberagaman, citra dan persepsi tersebut seolah lenyap dalam beberapa tahun terakhir.

Anies telah bergabung dengan partai-partai nasionalis dalam Pilpres 2024, menghilangkan pertarungan citra radikal agama dan radikal sekuler yang pernah ada.

Prof Didik menegaskan bahwa politik sebagian besar adalah tentang citra, persepsi, dan bukan sesuatu yang mutlak atau sebenarnya. Dalam politik yang terbuka seperti sekarang ini, gagasan untuk menyatukan Anies dan Ahok di Jakarta bisa menjadi sebuah eksperimen yang menarik untuk membersihkan citra politik dan menghindari polarisasi radikal agama atau radikal sekuler.

Halaman:

Editor: Faruk Langaru


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah